Semangat Pembangunan Desa di Pinggir Wajah ‘Kota’

28 Oktober 2023
Marshal Datundugon
Dibaca 228 Kali
Semangat Pembangunan Desa di Pinggir Wajah ‘Kota’

Penulis: Arin Amba

 

DESA Kopandakan II merupakan desa dengan luas lebih dari 35 Km2 yang didiami kurang lebih 2300 penduduk. Desa yang sudah berdiri sejak 16 tahun itu awalnya merupakan bagian dari wilayah definitif Kopandakan I, hingga tepatnya pada tanggal 21 April 1997 disahkanlah wilayah desa Kopandakan II berdasarkan surat keputusan (SK) Gubernur Nomot 46 tahun 1996.

Di sebalah Utara  Desa Kopandakan II berbatasan kelurahan Kopandakan I yang merupakan daerah administratif dari Kota Kotamobagu. Menjadi desa yang berada tepat di pinggir kota menjadi tantangan dan peluang tersendiri dalam hal memajukan desa. Sebab karakteristik masyarakat desa tak ubahnya dengan masyarakat perkotaan. Status desa ini boleh saja terpampang di depan sebelum kata ‘Kopandakan II” tetapi secara sosiologis kehidupan dan prilaku hidup masyarakat desa Kopandakan II tak ubahnya dengan masyarakat yang ada di perkotaan.

Mulai dari jumlah penduduk, gaya hidup, hingga tingkat pendidik sudah mulai hampir sama dengan masyarkat kota. Atau bisa dibilang tidak kalah dengan daerah-daerah tetangganya. Dari data yang diperoleh setidaknya kesadaran pendidikan di desa Kopandakan II sudah meningkat. Setidaknya untuk usia masyarakat wajib berpendidikan sudah ada 16,86 persen lulusan SLTA, dan ada sebanyak 67 masyarakat dengan tingkat pendidikan Diploma hingga strata II. Meski jumlahnya  terus meningkat, tetapi memang masih banyak faktor kendala yang menghalangi peningkatan pendidikan di Desa Kopandakan II.

Faktor-faktor kendala tersebut biasanya berasal dari kebiasaan masyarakat yang melihat bahwa pendidikan lebih baik diberikan kepada perempuan, sedang bagi laki-laki jenjang pendidikan tak harus terlalu tinggi. Sebab tenaga laki-laki pada usia sekolah dianggap rugi apalagi tidak dgunakan untuk berkebun yang notabene merupakan profesi masyarakat Kopandakan II. Tak hanya  berhenti di situ, adapun kebiasaan di mana masyarakat menikahkan anak perempuan mereka, dengan alasan tidak memiliki biaya untuk melanjutkan studi anaknya, meskipun memang terkadang ada pula masyarakat yang tetap memberikan hak pendidikan bagi anak mereka hingga ke bangku perguruan tinggi meski secara ekonomi mereka terbilang kurang mampu.

Hambatan terbesar pendidikan sebenarnya tak selalu berasal dari faktor ekonomi semata, kebiasaan dan cara pandang masyarakat terhadap seberapa pentingnya pendidik juga memberikan dampak besar bagi meningkat atau menurunnya angka motivasi berpendidikan di suatu wilayah.

Peningkatan pendidikan sebenarnya merupakan bagian tidak terpisah dari kerja-kerja pembangunan Desa. Jika melihat alokasi penggunaan dana desa kini yang lebih dari setengah diperuntukan untuk peningkatan Sumber Daya Manusia.

Walau pun memang pendidikan yang menjadi garapan dari Dana Desa adalah  pendidikan nonformal; di luar kebutuhan penyediaan PAUD. Yakni pendidikan yang mengacu pada upaya pemberian pengetahuan, keterampilan, relasi, dalam bidang ekonomi.

Pemenuhan kebutuhan rumah tangga bagi setiap masyarakat Kopandakan II notabene berasal dari hasil pertanian dan juga pertambangan. Banyak masyarakat yang meggantungkan hidup dari dua sektor ekonomi ini. Secara data jumlah petani di Kopandakan II sebanyak 247 orang, meskipun memang tak jarang mereka pula memiliki profesi lain selain petani, salah satunya penambang (Tukang Batu).

 sedang_1692449810_WhatsApp Image 2023-08-19 at 17-04-42

Desa Kopandakan II berhasil meraih Juara 3 lomba inovasi desa tahun 2023. (Dok. Pemdes Kopandakan II)

Namun akhir-akhir ini, dengan mulai terbukanya sistem informasi dan ketersediaannya akses publik lainnya serta ditunjang dengan tingkat pendidikan yang mulai membaik. Banyak SDM di Kopandakan II yang sudah menjadi karyawan swasta di berbagai perusahaan. Hal ini memberikan positif dari sisi kesejahteraan. Tercatat data jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai karyawan swasta sebanyak 128 orang, jumlah menempatkan profesi tersebut pada urutan ke 3 terbanyak dari 88 profesi yang masuk dalam pendataan Desa Kopandakan II.

Banyaknya jumlah karyawan swasta memang memberikan dampak besar bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Kopandakan II. Akan tetapi hal ini pula memberikan dampak yang kurang produktif pada sisi pertanian. Sebab ketika begitu banyak SDM yang mulai mengais pendapatan di luar daerah sektor pertanian mengalami kendala pada sisi pengembangannya. Di mana dewasa ini, kebanyakan petani merupakan orang-orang lanjut usia, karena anak-anak mereka sudah kurang berminat pada sektor ini.

Dampaknya menjadi besar, seperti hilangnya hak kepemilikan lahan sebab para petani usia lanjut mulai menjual lahan perkebunan mereka. Padahal sektor pertanian merupakan ujung ekonomi di wilayah pedesaan. Lahan yang terjual pula sering jatuh ke tangan orang yg bukan bermukim di Kopandakan II, ini jelas membuat akumulasi siklus perputaran pendapatan masyarakat menjadi berkurang. Jika menilik lebih dalam, sebenarnya pertanian merupakan pondasi utama masyarakat pedesaan, terlepas dari kemajuan budaya kota yang mulai merembet ke dalam sendi-sendi kehidupan pedesaan kita.

Sebagai daerah berstatus desa, citra mandiri desa harus tetap terjaga. Perubahan zaman dan kemajuan peradaban tak boleh diabaikan, masyarakat harus terus berimprovisasi atas perubahan itu. Akan tetapi tanpa meninggal pondasi berkehidupan kita. Sebab bila corak berkehidupan kota merasuk terlalu jauh, maka yang akan terjadi adalah hilangnya potensi-potensi desa yang sebenarnya sebuah keunggulan yang tidak dimiliki peradaban kota. SDM Desa belum sepenuhnya mampu menumpang dalam lajur kemajuan kota, jika dipaksakan yang terjadi adalah hilangnya kawasan pertanian dan di satu sisi belum siapnya kualitas SDM desa untuk bergelut di tengah pergulatan ekonomi perkotaan.

Untuk itu, penting adanya kesadaran membangun desa lewat potensi-potensi yang sudah ada, dan tentu pula menemukan potensi-potensi baru demi pemanfaatan SDM desa yang lebih baik.

Bila potensi desa dapat digali sedalam mungkin, yang tentu saja dengan hadirnya pemerintah sebagai mediator stimulan, SDM desa akan lebih termanfaatkan secara lebih baik, bukan hanya untuk kesejahteraan individu tetapi juga menjadi subjek dari kemajuan kesejahteraan desa secara ekonomi, yang sejauh ini memang tak dimiliki dan menjadi harapan bagi Desa Kopandakan II, yakni Pendapatan Asli Desa.

Pembangunan desa bukan sebatas hadirnya pelayanan publik dan infrastruktur, tetapi pula hal-hal yg menyentuh hingga ke sendi-sendi kehidupan masyarakat desa secara utuh. Masyarakat desa bukan semata-mata menjadi objek pembangun desa, melainkan pula merupakan aktor atau subjek dari pembangunan itu sendiri. Dengan begitu roda pembangunan menuju desa Madani dan mencapai visi misi dari Desa Kopandakan II.

Menjadi bangga menjadi masyarakat desa harus dibuktikan dengan membantu memajukan desa tersebut, bisa dilakukan dengan berbagai cara selama kebanggaan atas desa masih terpatri. Amos Bronson Alcott seorang penulis terkenal abad 18 mengatakan "Saya menganggapnya sebagai bagian terbaik dari pendidikan, telah dilahirkan dan dibesarkan di pedesaan,".

"Tuhan menciptakan leluhur, leluhur menciptakan desa, dan desa manusia menciptakan apa yang kita kenal sebagai peradaban" Arin Amba.